Di antara rerumputan hijau di sebuah perbukitan di desa Sajau, Kalimantan Utara, Indonesia, berdirilah sebuah gereja kayu. Proyek Gereja Ouikemene ini dipercayakan pada TSDS IA pada tahun 2016 sebagai program CSR (Corporate Social Responsibility) oleh sebuah perusahaan, untuk mengakomodasi kebutuhan beribadah di sebuah areal industrial. Dengan total luas bangunan 277 m2, gereja ini didesain dengan atap dan dinding yang miring, terinspirasi oleh Rumah Betang, rumah adat masyarakat sekitar. Selain itu, makna filosofis mengenai bagaimana Tuhan menyelamatkan manusia dari dosa digambarkan lewat atap yang miring ditopang oleh dinding gereja.
Material utama yang digunakan merupakan kayu sisa industri, sebagai respon TSDS IA terhadap pemberdayaan lingkungan, terutama sumber daya alam. Kayu bengkirai pada fasad bangunan serta kayu meranti pada interior gereja berharmonisasi sempurna dengan lingkungan sekitarnya yang beriklim tropis. Papan demi papan kayu ditata dalam susunan yang indah, kemudian didukung oleh pencahayaan alami maupun buatan yang menghasilkan efek dramatis pada fasad maupun interior.
Bersandingan dengan suara gemeresik dedaunan dan rerumputan di sampingnya, umat yaitu pengunjung gereja diajak untuk merasakan semilir angin dan cahaya matahari yang menelisik lewat kisi-kisi susunan kayu pada koridor samping gereja sebagai jalan masuk menuju gereja. Umat diajak untuk terhubung dengan alam sekitarnya sebelum akhirnya berdoa pada Tuhan, Sang Pencipta. Desain gereja ditujukan untuk memiliki sirkulasi udara yang baik serta penggunaan cahaya matahari untuk mengurangi penggunaan energi listrik. Bayangan dan cahaya yang meliputi suasana gereja menghasilkan perasaan tenang dan hangat. Cahaya matahari yang menyelusup melewati salib di dinding gereja, menciptakan suasana yang spiritual.
Gereja ini sebagai manifestasi dari rancangan salah satu tim desainer TSDS IA yaitu Tony Sofian (prinsipal dan arsitek interior), Eric Ekaputra (arsitek interior), serta Lilis Royani (arsitek) mengenai kebutuhan umat gereja. Hall utama pada lantai dasar digunakan untuk aktivitas utama gereja yang terdiri dari area duduk dan altar pada bagian depan untuk pendeta. Balkon atau mezzanine digunakan untuk area band/ koor sebagai pendukung aktivitas beribadah.
Di antara rerumputan hijau di sebuah perbukitan di desa Sajau, Kalimantan Utara, Indonesia, berdirilah sebuah gereja kayu. Proyek Gereja Ouikemene ini dipercayakan pada TSDS IA pada tahun 2016 sebagai program CSR (Corporate Social Responsibility) oleh sebuah perusahaan, untuk mengakomodasi kebutuhan beribadah di sebuah areal industrial. Dengan total luas bangunan 277 m2, gereja ini didesain dengan atap dan dinding yang miring, terinspirasi oleh Rumah Betang, rumah adat masyarakat sekitar. Selain itu, makna filosofis mengenai bagaimana Tuhan menyelamatkan manusia dari dosa digambarkan lewat atap yang miring ditopang oleh dinding gereja.
Material utama yang digunakan merupakan kayu sisa industri, sebagai respon TSDS IA terhadap pemberdayaan lingkungan, terutama sumber daya alam. Kayu bengkirai pada fasad bangunan serta kayu meranti pada interior gereja berharmonisasi sempurna dengan lingkungan sekitarnya yang beriklim tropis. Papan demi papan kayu ditata dalam susunan yang indah, kemudian didukung oleh pencahayaan alami maupun buatan yang menghasilkan efek dramatis pada fasad maupun interior.
Bersandingan dengan suara gemeresik dedaunan dan rerumputan di sampingnya, umat yaitu pengunjung gereja diajak untuk merasakan semilir angin dan cahaya matahari yang menelisik lewat kisi-kisi susunan kayu pada koridor samping gereja sebagai jalan masuk menuju gereja. Umat diajak untuk terhubung dengan alam sekitarnya sebelum akhirnya berdoa pada Tuhan, Sang Pencipta. Desain gereja ditujukan untuk memiliki sirkulasi udara yang baik serta penggunaan cahaya matahari untuk mengurangi penggunaan energi listrik. Bayangan dan cahaya yang meliputi suasana gereja menghasilkan perasaan tenang dan hangat. Cahaya matahari yang menyelusup melewati salib di dinding gereja, menciptakan suasana yang spiritual.
Gereja ini sebagai manifestasi dari rancangan salah satu tim desainer TSDS IA yaitu Tony Sofian (prinsipal dan arsitek interior), Eric Ekaputra (arsitek interior), serta Lilis Royani (arsitek) mengenai kebutuhan umat gereja. Hall utama pada lantai dasar digunakan untuk aktivitas utama gereja yang terdiri dari area duduk dan altar pada bagian depan untuk pendeta. Balkon atau mezzanine digunakan untuk area band/ koor sebagai pendukung aktivitas beribadah.
Di antara rerumputan hijau di sebuah perbukitan di desa Sajau, Kalimantan Utara, Indonesia, berdirilah sebuah gereja kayu. Proyek Gereja Ouikemene ini dipercayakan pada TSDS IA pada tahun 2016 sebagai program CSR (Corporate Social Responsibility) oleh sebuah perusahaan, untuk mengakomodasi kebutuhan beribadah di sebuah areal industrial. Dengan total luas bangunan 277 m2, gereja ini didesain dengan atap dan dinding yang miring, terinspirasi oleh Rumah Betang, rumah adat masyarakat sekitar. Selain itu, makna filosofis mengenai bagaimana Tuhan menyelamatkan manusia dari dosa digambarkan lewat atap yang miring ditopang oleh dinding gereja.
Material utama yang digunakan merupakan kayu sisa industri, sebagai respon TSDS IA terhadap pemberdayaan lingkungan, terutama sumber daya alam. Kayu bengkirai pada fasad bangunan serta kayu meranti pada interior gereja berharmonisasi sempurna dengan lingkungan sekitarnya yang beriklim tropis. Papan demi papan kayu ditata dalam susunan yang indah, kemudian didukung oleh pencahayaan alami maupun buatan yang menghasilkan efek dramatis pada fasad maupun interior.
Bersandingan dengan suara gemeresik dedaunan dan rerumputan di sampingnya, umat yaitu pengunjung gereja diajak untuk merasakan semilir angin dan cahaya matahari yang menelisik lewat kisi-kisi susunan kayu pada koridor samping gereja sebagai jalan masuk menuju gereja. Umat diajak untuk terhubung dengan alam sekitarnya sebelum akhirnya berdoa pada Tuhan, Sang Pencipta. Desain gereja ditujukan untuk memiliki sirkulasi udara yang baik serta penggunaan cahaya matahari untuk mengurangi penggunaan energi listrik. Bayangan dan cahaya yang meliputi suasana gereja menghasilkan perasaan tenang dan hangat. Cahaya matahari yang menyelusup melewati salib di dinding gereja, menciptakan suasana yang spiritual.
Gereja ini sebagai manifestasi dari rancangan salah satu tim desainer TSDS IA yaitu Tony Sofian (prinsipal dan arsitek interior), Eric Ekaputra (arsitek interior), serta Lilis Royani (arsitek) mengenai kebutuhan umat gereja. Hall utama pada lantai dasar digunakan untuk aktivitas utama gereja yang terdiri dari area duduk dan altar pada bagian depan untuk pendeta. Balkon atau mezzanine digunakan untuk area band/ koor sebagai pendukung aktivitas beribadah.