Banyaknya café/coffee shop yang menjamur di Bali, terutama di area Canggu, menjadi tantangan dan kesempatan bagi coffee shop untuk stand out dan menawarkan experience yang unik dan baru bagi penikmatnya.
Dengan lokasi di sebuah lahan hook seluas +- 650 m2, ditambah potensi view sunset yang indah di balik bentangan sawah, cafe TGC sengaja di orientasikan menghadap barat. View sawah di sisi barat café menginspirasi Spasi Architects untuk menarik garis-garis serta mengatur level landscape dan hardscape dalam site ini, sebagai respon karena lahan memiliki kontur natural dengan perbedaan ketinggiian sekitar 3 meter.
Untuk mendapatkan pemandangan sunset di balik sawah secara maksimal, namun tetap dapat menaungi pengunjung dari terik matahari siang, café TGC didesain dengan bentuk atap yang cukup ikonik. Atap ini dibentangkan seluas 3/4 site untuk mendapatkan ruang ternaungi yang cukup luas di bawahnya, dengan tapak bangunan yang cukup kecil untuk meminimalisir “building footprints”.
Dibawah naungan atap yang cukup luas ini, Spasi Architects merancang landscape dan ruang-ruang agar terbentuk seating experience yang berbeda-beda. Salah satunya dengan adanya beberapa bukaan void pada atap, ditujukan agar ada interaksi antara pohon, cahaya dan hujan ke area duduk di bawahnya.
Kedekatan dengan alam adalah salah satu fitur unik yang ingin diangkat dalam café ini. Elemen batu2 alam dan kayu-kayu rustic di sekitar site yang tidak hanya menjadi aksen tetapi juga menjadi furniture alam, menciptakan kedekatan yang intim dengan alam.
Sedangkan dapur pacu tertutama dari coffeeshop ini, yaitu kitchen dan bar nya, diletakkan persis di tengah-tengah site, dan dibuat visible dari ketiga entrance dari tiap sisi site. Dilengkapi dengan area mezzanine dan balkon di lantai 2 untuk para digital nomad yang memerlukan area yang lebih tenang untuk bekerja dan berdiskusi. Tidak lupa, bersembunyi di balik bangunan indoor ini, terdapat mess pegawai dan villa 2 kamar yang dapat digunakan oleh keluarga pemilik cafe.
Seperti kopi yang mendapatkan cita rasa dari tanah tempat dia ditanam, begitu juga cafe yang dibangun mendapatkan wujudnya, bersatu dengan alam tempat dia berada.
Banyaknya café/coffee shop yang menjamur di Bali, terutama di area Canggu, menjadi tantangan dan kesempatan bagi coffee shop untuk stand out dan menawarkan experience yang unik dan baru bagi penikmatnya.
Dengan lokasi di sebuah lahan hook seluas +- 650 m2, ditambah potensi view sunset yang indah di balik bentangan sawah, cafe TGC sengaja di orientasikan menghadap barat. View sawah di sisi barat café menginspirasi Spasi Architects untuk menarik garis-garis serta mengatur level landscape dan hardscape dalam site ini, sebagai respon karena lahan memiliki kontur natural dengan perbedaan ketinggiian sekitar 3 meter.
Untuk mendapatkan pemandangan sunset di balik sawah secara maksimal, namun tetap dapat menaungi pengunjung dari terik matahari siang, café TGC didesain dengan bentuk atap yang cukup ikonik. Atap ini dibentangkan seluas 3/4 site untuk mendapatkan ruang ternaungi yang cukup luas di bawahnya, dengan tapak bangunan yang cukup kecil untuk meminimalisir “building footprints”.
Dibawah naungan atap yang cukup luas ini, Spasi Architects merancang landscape dan ruang-ruang agar terbentuk seating experience yang berbeda-beda. Salah satunya dengan adanya beberapa bukaan void pada atap, ditujukan agar ada interaksi antara pohon, cahaya dan hujan ke area duduk di bawahnya.
Kedekatan dengan alam adalah salah satu fitur unik yang ingin diangkat dalam café ini. Elemen batu2 alam dan kayu-kayu rustic di sekitar site yang tidak hanya menjadi aksen tetapi juga menjadi furniture alam, menciptakan kedekatan yang intim dengan alam.
Sedangkan dapur pacu tertutama dari coffeeshop ini, yaitu kitchen dan bar nya, diletakkan persis di tengah-tengah site, dan dibuat visible dari ketiga entrance dari tiap sisi site. Dilengkapi dengan area mezzanine dan balkon di lantai 2 untuk para digital nomad yang memerlukan area yang lebih tenang untuk bekerja dan berdiskusi. Tidak lupa, bersembunyi di balik bangunan indoor ini, terdapat mess pegawai dan villa 2 kamar yang dapat digunakan oleh keluarga pemilik cafe.
Seperti kopi yang mendapatkan cita rasa dari tanah tempat dia ditanam, begitu juga cafe yang dibangun mendapatkan wujudnya, bersatu dengan alam tempat dia berada.
Banyaknya café/coffee shop yang menjamur di Bali, terutama di area Canggu, menjadi tantangan dan kesempatan bagi coffee shop untuk stand out dan menawarkan experience yang unik dan baru bagi penikmatnya.
Dengan lokasi di sebuah lahan hook seluas +- 650 m2, ditambah potensi view sunset yang indah di balik bentangan sawah, cafe TGC sengaja di orientasikan menghadap barat. View sawah di sisi barat café menginspirasi Spasi Architects untuk menarik garis-garis serta mengatur level landscape dan hardscape dalam site ini, sebagai respon karena lahan memiliki kontur natural dengan perbedaan ketinggiian sekitar 3 meter.
Untuk mendapatkan pemandangan sunset di balik sawah secara maksimal, namun tetap dapat menaungi pengunjung dari terik matahari siang, café TGC didesain dengan bentuk atap yang cukup ikonik. Atap ini dibentangkan seluas 3/4 site untuk mendapatkan ruang ternaungi yang cukup luas di bawahnya, dengan tapak bangunan yang cukup kecil untuk meminimalisir “building footprints”.
Dibawah naungan atap yang cukup luas ini, Spasi Architects merancang landscape dan ruang-ruang agar terbentuk seating experience yang berbeda-beda. Salah satunya dengan adanya beberapa bukaan void pada atap, ditujukan agar ada interaksi antara pohon, cahaya dan hujan ke area duduk di bawahnya.
Kedekatan dengan alam adalah salah satu fitur unik yang ingin diangkat dalam café ini. Elemen batu2 alam dan kayu-kayu rustic di sekitar site yang tidak hanya menjadi aksen tetapi juga menjadi furniture alam, menciptakan kedekatan yang intim dengan alam.
Sedangkan dapur pacu tertutama dari coffeeshop ini, yaitu kitchen dan bar nya, diletakkan persis di tengah-tengah site, dan dibuat visible dari ketiga entrance dari tiap sisi site. Dilengkapi dengan area mezzanine dan balkon di lantai 2 untuk para digital nomad yang memerlukan area yang lebih tenang untuk bekerja dan berdiskusi. Tidak lupa, bersembunyi di balik bangunan indoor ini, terdapat mess pegawai dan villa 2 kamar yang dapat digunakan oleh keluarga pemilik cafe.
Seperti kopi yang mendapatkan cita rasa dari tanah tempat dia ditanam, begitu juga cafe yang dibangun mendapatkan wujudnya, bersatu dengan alam tempat dia berada.