Omah Jawa masa kini. Rumah ini berlokasi di daerah Jember, Jawa Timur, dengan besaran siteyang tersedia seluas 11X27 m2. Diberi nama T(h)ree House karena rumah ini terdiri dari 3 massa bangunan yang berada di antara taman-taman yang berpohon.
Berdasarkan pengalaman Kami mendesain rumah selama 10 tahun terakhir, menunjukkan bahwa rumah yang paling nyaman bagi penghuni adalah rumah 1 lantai, karena orang cukup beraktivitas di lantai yang sama, tidak perlu bersusah-payah naik-turun tangga. Selain itu, rumah 1 lantai juga membuat seluruh anggota keluarga bisa berkumpul bersama dan lebih dekat secara emosional, tidak seperti rumah bertingkat yang menciptakan “jarak”. Maintenance dan biaya pembangunan rumah 1 lantai juga lebih mudah dan murah jika dibanding rumah bertingkat. Kebetulan, pemilik rumah ini juga memiliki pemahaman yang sama mengenai hal ini.
Meskipun lahannya cukup, tetapi justru tidak dirancang sebagai sebuah rumah yang besar. Rumah ini terdiri dari tiga bagian yang terpisah, dipisahkan oleh ruang-ruang luar di antara massa-massa bangunannya. Dengan demikian, penghuni rumah ini akan mendapatkan pengalaman ruang yang berbeda jika dibandingkan rumah satu massa. Penghuni menempati rumah yang sebenarnya “kecil”, tetapi dengan suasana seperti rumah dengan site yang besar.
Meng-kini-kan Omah Jawa
Dalam rumah atau omah Jawa, ada tiga struktur utama pembentuk omah, yaitu: Pendapa, Pringgitan dan Dalem (Prijotomo, 1984). Pola Pendapa-Pringgitan-Dalem dipakai di rumah ini dengan perubahan konteks. Jika di rumah Jawa dengan site yang luas, maka rumah bisa dibuat satu massa dan berukuran besar. Sedangkan di rumah ini, agar penghuni bisa menikmati ruang luar, maka massa dipecah menjadi tiga bagian. Jadi, rumah ini juga tersusun atas bagian Pendapa, Pringgitan dan Dalem, dengan massa yang berdiri sendiri-sendiri.
Jika dirunut ke dalam zoning masa kini, maka area pendapa adalah zona publik yang diwujudkan sebagai ruang tamu, area pringgitan merupakan zona peralihan (antara publik dan privat) yang dipakai untuk ruang keluarga dan ruang makan (plus kamar anak), dan area dalem adalah zona privat yang difungsikan sebagai kamar tidur utama.
Selain alasan memberi pengalaman ruang yang berbeda, pemisahaan massa ini juga berdasar permintaan klien, yang menginginkan rumah di mana sirkulasi udara dan cahaya matahari alami bisa mengalir ke ruang-ruang dengan baik. Sebagai rumah yang terletak di daerah dengan iklim tropis, pemisahan massa ini menjadi solusi yang jitu agar sirkulasi udara dan cahaya matahari bisa dioptimalkan pemanfaatannya.
Ruang Luar di antara Massa Bangunan
Masih ada lagi permintaan unik dari klien yaitu meminta ruang tamu kalau bisa dipisah dari rumah induk. Hal ini pula yang pada awalnya turut mengilhami pemisahan rumah ini menjadi 3 massa. Selain itu, klien juga meminta adanya ruang santai yang dekat dengan ruang tamu, maka ruang santai terbuka tersebut diletakkan di antara ruang tamu dan ruang keluarga.
Dengan adanya taman/ruang luar di antara massa bangunan, plus jendela-jendela yang menghadap taman, maka ruang-ruang dalam menjadi terasa lebih lega. Apalagi dengan adanya bukaan dan teras yang menerus pada ruang keluarga dan ruang makan, yang menyatukan antara ruang dalam dan ruang luar, sehingga ruang tersebut terasa lebih lapang/luas, karena pandangan bisa lepas ke arah taman.
Untuk lebih mendekatkan penghuni dengan ruang luar, maka tempat wudlu pun diletakkan di bawah pohon, agar penghuni tidak lagi “membedakan” antara di luar dan di dalam, sekaligus mendekatkan diri pada alam. Jadi, rumah ini pun sebagai tempat pembelajaran, bagaimana manusia berinteraksi secara lebih intens dengan ruang luar.
Material Unfinished
Material yang digunakan di rumah ini didominasi oleh material yang unfinished, seperti bata ekspos, beton ekspos, juga kayu. Juga memakai plat metal dan metal perforated agar matching dengan beton dan bata ekspos. Selain itu, masih ditambah dengan tanaman rambat fleksi mini di beberapa bagian dinding, agar suasana di area rumah ini menjadi lebih sejuk dan segar.
Untuk material bata ekspos, juga mengambil referensi dari candi Jawa Timur (terutama era Majapahit) yang banyak memakai batu bata ekspos sebagai material utama. Unsur ini ditampilkan secara dominan pada dinding-dinding rumah. Dengan adanya bata ekspos berwarna terakota ini, plus permainan kayu, bisa memberi kesan hangat untuk mengimbangi tampilan beton ekspos yang dingin, sehingga membentuk sebuah keseimbangan.
Bentuk Dasar Sederhana
Secara umum, bentuk rumah ini pun memakai bentuk-bentuk dasar, berupa atap pelana sederhana. Karena sebetulnya sebuah rumah adalah tempat untuk berdiam, menikmati hidup dan menenangkan diri, sehingga yang lebih dibangun adalah suasananya yang familiar, terbuka, sejuk, tenang, lebih dekat dengan alam dan lingkungan, maka rasanya tidak perlu memakai bentukan-bentukan yang berlebihan.
Kekuatan rumah ini justru pada kesederhanaannya itu, yang natural dan menyatu dengan alam, serta menampilkan material-material ekspos yang lugas, dengan pertimbangan maintenance yang tidak ribet. Memang, sederhana itu sulit, tetapi bukan tak mungkin untuk diwujudkan.
Bibliografi
Prijotomo, Josef (1984) Ideas and Forms of Javanese Architecture, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta
Omah Jawa masa kini. Rumah ini berlokasi di daerah Jember, Jawa Timur, dengan besaran siteyang tersedia seluas 11X27 m2. Diberi nama T(h)ree House karena rumah ini terdiri dari 3 massa bangunan yang berada di antara taman-taman yang berpohon.
Berdasarkan pengalaman Kami mendesain rumah selama 10 tahun terakhir, menunjukkan bahwa rumah yang paling nyaman bagi penghuni adalah rumah 1 lantai, karena orang cukup beraktivitas di lantai yang sama, tidak perlu bersusah-payah naik-turun tangga. Selain itu, rumah 1 lantai juga membuat seluruh anggota keluarga bisa berkumpul bersama dan lebih dekat secara emosional, tidak seperti rumah bertingkat yang menciptakan “jarak”. Maintenance dan biaya pembangunan rumah 1 lantai juga lebih mudah dan murah jika dibanding rumah bertingkat. Kebetulan, pemilik rumah ini juga memiliki pemahaman yang sama mengenai hal ini.
Meskipun lahannya cukup, tetapi justru tidak dirancang sebagai sebuah rumah yang besar. Rumah ini terdiri dari tiga bagian yang terpisah, dipisahkan oleh ruang-ruang luar di antara massa-massa bangunannya. Dengan demikian, penghuni rumah ini akan mendapatkan pengalaman ruang yang berbeda jika dibandingkan rumah satu massa. Penghuni menempati rumah yang sebenarnya “kecil”, tetapi dengan suasana seperti rumah dengan site yang besar.
Meng-kini-kan Omah Jawa
Dalam rumah atau omah Jawa, ada tiga struktur utama pembentuk omah, yaitu: Pendapa, Pringgitan dan Dalem (Prijotomo, 1984). Pola Pendapa-Pringgitan-Dalem dipakai di rumah ini dengan perubahan konteks. Jika di rumah Jawa dengan site yang luas, maka rumah bisa dibuat satu massa dan berukuran besar. Sedangkan di rumah ini, agar penghuni bisa menikmati ruang luar, maka massa dipecah menjadi tiga bagian. Jadi, rumah ini juga tersusun atas bagian Pendapa, Pringgitan dan Dalem, dengan massa yang berdiri sendiri-sendiri.
Jika dirunut ke dalam zoning masa kini, maka area pendapa adalah zona publik yang diwujudkan sebagai ruang tamu, area pringgitan merupakan zona peralihan (antara publik dan privat) yang dipakai untuk ruang keluarga dan ruang makan (plus kamar anak), dan area dalem adalah zona privat yang difungsikan sebagai kamar tidur utama.
Selain alasan memberi pengalaman ruang yang berbeda, pemisahaan massa ini juga berdasar permintaan klien, yang menginginkan rumah di mana sirkulasi udara dan cahaya matahari alami bisa mengalir ke ruang-ruang dengan baik. Sebagai rumah yang terletak di daerah dengan iklim tropis, pemisahan massa ini menjadi solusi yang jitu agar sirkulasi udara dan cahaya matahari bisa dioptimalkan pemanfaatannya.
Ruang Luar di antara Massa Bangunan
Masih ada lagi permintaan unik dari klien yaitu meminta ruang tamu kalau bisa dipisah dari rumah induk. Hal ini pula yang pada awalnya turut mengilhami pemisahan rumah ini menjadi 3 massa. Selain itu, klien juga meminta adanya ruang santai yang dekat dengan ruang tamu, maka ruang santai terbuka tersebut diletakkan di antara ruang tamu dan ruang keluarga.
Dengan adanya taman/ruang luar di antara massa bangunan, plus jendela-jendela yang menghadap taman, maka ruang-ruang dalam menjadi terasa lebih lega. Apalagi dengan adanya bukaan dan teras yang menerus pada ruang keluarga dan ruang makan, yang menyatukan antara ruang dalam dan ruang luar, sehingga ruang tersebut terasa lebih lapang/luas, karena pandangan bisa lepas ke arah taman.
Untuk lebih mendekatkan penghuni dengan ruang luar, maka tempat wudlu pun diletakkan di bawah pohon, agar penghuni tidak lagi “membedakan” antara di luar dan di dalam, sekaligus mendekatkan diri pada alam. Jadi, rumah ini pun sebagai tempat pembelajaran, bagaimana manusia berinteraksi secara lebih intens dengan ruang luar.
Material Unfinished
Material yang digunakan di rumah ini didominasi oleh material yang unfinished, seperti bata ekspos, beton ekspos, juga kayu. Juga memakai plat metal dan metal perforated agar matching dengan beton dan bata ekspos. Selain itu, masih ditambah dengan tanaman rambat fleksi mini di beberapa bagian dinding, agar suasana di area rumah ini menjadi lebih sejuk dan segar.
Untuk material bata ekspos, juga mengambil referensi dari candi Jawa Timur (terutama era Majapahit) yang banyak memakai batu bata ekspos sebagai material utama. Unsur ini ditampilkan secara dominan pada dinding-dinding rumah. Dengan adanya bata ekspos berwarna terakota ini, plus permainan kayu, bisa memberi kesan hangat untuk mengimbangi tampilan beton ekspos yang dingin, sehingga membentuk sebuah keseimbangan.
Bentuk Dasar Sederhana
Secara umum, bentuk rumah ini pun memakai bentuk-bentuk dasar, berupa atap pelana sederhana. Karena sebetulnya sebuah rumah adalah tempat untuk berdiam, menikmati hidup dan menenangkan diri, sehingga yang lebih dibangun adalah suasananya yang familiar, terbuka, sejuk, tenang, lebih dekat dengan alam dan lingkungan, maka rasanya tidak perlu memakai bentukan-bentukan yang berlebihan.
Kekuatan rumah ini justru pada kesederhanaannya itu, yang natural dan menyatu dengan alam, serta menampilkan material-material ekspos yang lugas, dengan pertimbangan maintenance yang tidak ribet. Memang, sederhana itu sulit, tetapi bukan tak mungkin untuk diwujudkan.
Bibliografi
Prijotomo, Josef (1984) Ideas and Forms of Javanese Architecture, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta
Omah Jawa masa kini. Rumah ini berlokasi di daerah Jember, Jawa Timur, dengan besaran siteyang tersedia seluas 11X27 m2. Diberi nama T(h)ree House karena rumah ini terdiri dari 3 massa bangunan yang berada di antara taman-taman yang berpohon.
Berdasarkan pengalaman Kami mendesain rumah selama 10 tahun terakhir, menunjukkan bahwa rumah yang paling nyaman bagi penghuni adalah rumah 1 lantai, karena orang cukup beraktivitas di lantai yang sama, tidak perlu bersusah-payah naik-turun tangga. Selain itu, rumah 1 lantai juga membuat seluruh anggota keluarga bisa berkumpul bersama dan lebih dekat secara emosional, tidak seperti rumah bertingkat yang menciptakan “jarak”. Maintenance dan biaya pembangunan rumah 1 lantai juga lebih mudah dan murah jika dibanding rumah bertingkat. Kebetulan, pemilik rumah ini juga memiliki pemahaman yang sama mengenai hal ini.
Meskipun lahannya cukup, tetapi justru tidak dirancang sebagai sebuah rumah yang besar. Rumah ini terdiri dari tiga bagian yang terpisah, dipisahkan oleh ruang-ruang luar di antara massa-massa bangunannya. Dengan demikian, penghuni rumah ini akan mendapatkan pengalaman ruang yang berbeda jika dibandingkan rumah satu massa. Penghuni menempati rumah yang sebenarnya “kecil”, tetapi dengan suasana seperti rumah dengan site yang besar.
Meng-kini-kan Omah Jawa
Dalam rumah atau omah Jawa, ada tiga struktur utama pembentuk omah, yaitu: Pendapa, Pringgitan dan Dalem (Prijotomo, 1984). Pola Pendapa-Pringgitan-Dalem dipakai di rumah ini dengan perubahan konteks. Jika di rumah Jawa dengan site yang luas, maka rumah bisa dibuat satu massa dan berukuran besar. Sedangkan di rumah ini, agar penghuni bisa menikmati ruang luar, maka massa dipecah menjadi tiga bagian. Jadi, rumah ini juga tersusun atas bagian Pendapa, Pringgitan dan Dalem, dengan massa yang berdiri sendiri-sendiri.
Jika dirunut ke dalam zoning masa kini, maka area pendapa adalah zona publik yang diwujudkan sebagai ruang tamu, area pringgitan merupakan zona peralihan (antara publik dan privat) yang dipakai untuk ruang keluarga dan ruang makan (plus kamar anak), dan area dalem adalah zona privat yang difungsikan sebagai kamar tidur utama.
Selain alasan memberi pengalaman ruang yang berbeda, pemisahaan massa ini juga berdasar permintaan klien, yang menginginkan rumah di mana sirkulasi udara dan cahaya matahari alami bisa mengalir ke ruang-ruang dengan baik. Sebagai rumah yang terletak di daerah dengan iklim tropis, pemisahan massa ini menjadi solusi yang jitu agar sirkulasi udara dan cahaya matahari bisa dioptimalkan pemanfaatannya.
Ruang Luar di antara Massa Bangunan
Masih ada lagi permintaan unik dari klien yaitu meminta ruang tamu kalau bisa dipisah dari rumah induk. Hal ini pula yang pada awalnya turut mengilhami pemisahan rumah ini menjadi 3 massa. Selain itu, klien juga meminta adanya ruang santai yang dekat dengan ruang tamu, maka ruang santai terbuka tersebut diletakkan di antara ruang tamu dan ruang keluarga.
Dengan adanya taman/ruang luar di antara massa bangunan, plus jendela-jendela yang menghadap taman, maka ruang-ruang dalam menjadi terasa lebih lega. Apalagi dengan adanya bukaan dan teras yang menerus pada ruang keluarga dan ruang makan, yang menyatukan antara ruang dalam dan ruang luar, sehingga ruang tersebut terasa lebih lapang/luas, karena pandangan bisa lepas ke arah taman.
Untuk lebih mendekatkan penghuni dengan ruang luar, maka tempat wudlu pun diletakkan di bawah pohon, agar penghuni tidak lagi “membedakan” antara di luar dan di dalam, sekaligus mendekatkan diri pada alam. Jadi, rumah ini pun sebagai tempat pembelajaran, bagaimana manusia berinteraksi secara lebih intens dengan ruang luar.
Material Unfinished
Material yang digunakan di rumah ini didominasi oleh material yang unfinished, seperti bata ekspos, beton ekspos, juga kayu. Juga memakai plat metal dan metal perforated agar matching dengan beton dan bata ekspos. Selain itu, masih ditambah dengan tanaman rambat fleksi mini di beberapa bagian dinding, agar suasana di area rumah ini menjadi lebih sejuk dan segar.
Untuk material bata ekspos, juga mengambil referensi dari candi Jawa Timur (terutama era Majapahit) yang banyak memakai batu bata ekspos sebagai material utama. Unsur ini ditampilkan secara dominan pada dinding-dinding rumah. Dengan adanya bata ekspos berwarna terakota ini, plus permainan kayu, bisa memberi kesan hangat untuk mengimbangi tampilan beton ekspos yang dingin, sehingga membentuk sebuah keseimbangan.
Bentuk Dasar Sederhana
Secara umum, bentuk rumah ini pun memakai bentuk-bentuk dasar, berupa atap pelana sederhana. Karena sebetulnya sebuah rumah adalah tempat untuk berdiam, menikmati hidup dan menenangkan diri, sehingga yang lebih dibangun adalah suasananya yang familiar, terbuka, sejuk, tenang, lebih dekat dengan alam dan lingkungan, maka rasanya tidak perlu memakai bentukan-bentukan yang berlebihan.
Kekuatan rumah ini justru pada kesederhanaannya itu, yang natural dan menyatu dengan alam, serta menampilkan material-material ekspos yang lugas, dengan pertimbangan maintenance yang tidak ribet. Memang, sederhana itu sulit, tetapi bukan tak mungkin untuk diwujudkan.
Bibliografi
Prijotomo, Josef (1984) Ideas and Forms of Javanese Architecture, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta