Menelusuri Arsitek Muda Indonesia Lewat Pameran apaituami

Bagi kebanyakan arsitek, desainer, dan peminat desain di Indonesia, mungkin padanan kata “arsitek muda Indonesia” tidak memiliki makna lebih dari salah satu demografi arsitek dengan rentang umur tertentu yang berpraktik di Indonesia. Ini memang tercermin dari hasil survei yang dilakukan oleh para kurator pameran: tidak sedikit yang beranggapan bahwa padanan kata tersebut sebatas merujuk kepada arsitek-arsitek muda generasi milenial yang tidak terikat dalam kelompok atau komunitas tertentu. Namun kenyataannya, Arsitek Muda Indonesia secara spesifik bisa dilihat sebagai satu gerakan yang mau tidak mau memiliki pengaruh besar terhadap perkembangan arsitektur di Indonesia saat ini.

Arsitek Muda Indonesia, atau biasa disingkat AMI, bisa dianggap sebagai gerakan, kelompok, semangat, bahkan sebuah batu loncatan untuk perkembangan arsitektur di Indonesia. Ambigu, karena arsitek yang tergabung di dalam AMI sendiri tidak secara definitif membangun struktur dan anggaran dasar yang rigid selayaknya sebuah organisasi. AMI yang muncul dan berkembang sejak tahun 1989 lebih banyak bergerak dalam diskusi, pameran, dan media lain yang tersedia di masanya. Dan lewat media tersebutlah AMI menyuarakan idealisme, sudut pandang, bahkan manifesto yang sering kali mendobrak norma praktik arsitektur yang ada saat itu.

Pameran apaituami dimulai melalui perkenalan dengan ditampilkannya karya-karya terkini dari tahun 2000 hingga 2020 oleh arsitek-arsitek yang tergabung dalam AMI. Sebagai titik awal pameran yang disajikan secara kronologis terbalik, karya para arsitek—yang tidak jarang sangat dikenal luas—menjadi representasi yang lebih familier bagi kebanyakan orang untuk mengetahui siapa sosok-sosok di balik AMI tersebut. Setelah itu, pengunjung diajak melihat sepak terjang dan berbagai dinamika kegiatan dalam AMI melalui kumpulan arsip seperti katalog pameran, lembar fax, slide foto 35mm, majalah, buku, surat kabar, dan media lainnya.

Satu hal menarik yang disorot lewat lembar-lembar arsip yang ada adalah bagaimana AMI bersikeras mengadakan pameran di tengah ketidakstabilan politik di Indonesia saat tahun 1998-1999. Bekerja sama dengan Netherlands Architecture Institute dan berkat bersikukuhnya AMI, terlaksanalah pameran arsitektur kontemporer Indonesia pertama di luar negeri yang diadakan di Belanda. Menariknya, pameran apaituami yang dilangsungkan di tengah pandemi yang belum usai sepintas mengingatkan sikap AMI yang cukup “berani” pada masa itu.

Sebagai penanda 30 tahun keberadaan AMI, pameran ini tidak lupa dikemas dengan rancangan ruang, alur, dan detil arsitektur yang menarik ditelusuri. Ruang pameran mengambil tempat di salah satu rumah tahun 80an di Bintaro yang direnovasi menjadi lebih terbuka dan membaurkan ruang luar dan dalam. Adanya sirkulasi udara alami yang baik setidaknya memberi sedikit kelegaan bagi yang ingin mengunjungi pameran di saat pandemi.

Pameran apaituami dikurasi oleh Avianti Armand, Setiadi Sopandi, dan Rifandi Nugroho. Pameran ini bekerja sama dengan Yayasan Museum Arsitektur Indonesia dan andramatin architects. apaituami terbuka untuk umum dan dapat dikunjungi mulai 7 Desember 2020 hingga 7 Februari 2021.

Informasi lebih lanjut tentang pameran dapat dilihat di:
https://www.instagram.com/apaituami/