id
Select Country
Search Icon
close icon
ARCHIFYNOW > HIGHLIGHTS > Satu Dekade Domisilium Studio Konsistensi dan Kolaborasi

Satu Dekade Domisilium Studio: Konsistensi dan Kolaborasi

BY
fb icon
wa icon
email icon

Satu dekade adalah rentang waktu yang cukup signifikan untuk sebuah proses, apalagi di masa kini yang semua dituntut instan. Untuk sebuah biro desain, khususnya berdasar partnership, umur sepuluh tahun juga merupakan sebuah pencapaian di tengah biro-biro sejenis yang kini banyak pecah. September 2019 merupakan momen sepuluh tahun Domisilium Studio yang didirikan oleh Hamphrey Tedja dan Santi Alaysius.

Bermula dari pengerjaan proyek bersama saat keduanya kembali dari Amerika Serikat, partnership sebagai desainer interior dan arsitektur ini bertumbuh menjadi sebuah biro desain dengan karya-karya yang cukup dikenal. Fokus di ranah hospitality dan F&B, karya-karya Domisilium Studio mencakup Marriott Yogyakarta, Rooms Inc Semarang, Ibis Style Tanah Abang, Denny’s Kota Kasablanka, Gormeteria Bandung, Gojek HQ, dan masih banyak lagi.

Satu Dekade Domisilium Studio: Konsistensi dan Kolaborasi

Bersamaan saat Domisilium Studio menginjak umur sepuluh tahun, sebuah buku berjudul Domisilium Studio: A Decade of Design Wanderlust diluncurkan. Bukan hanya sekadar dokumentasi karya-karya yang telah dikerjakan, buku ini menandakan sebuah pencapaian sebuah biro desain, merayakan kolaborasi dengan berbagai pihak, serta memberi insight tentang proses kerja desainer interior/arsitektur.

Bluprin mendapat kesempatan untuk melakukan wawancara singkat dengan Hamphrey (H) dan Santi (S), membicarakan tentang Domisilium Studio, serta pandangan mereka tentang desain interior/arsitektur dan bakat para desainer interior/arsitektur kini.

Ceritakan bagaimana ide awal untuk membentuk Domisilium Studio.

S: Sebenarnya dari awal kami tidak ada ide langsung membentuk studio. Ini berjalan karena ada proyek yang datang dari Hamphrey. Dan dia mencari saya untuk berkolaborasi dalam proyek ini.

H: Soalnya saat kembali dari US saya benar-benar buta, sih. Saya sudah lama di luar Indonesia, saat kembali dan membaca kontrak, itu sulit buat saya. Jadi harus ada Santi yang membantu.

S: Kebetulan Bahasa Indonesia saya lebih baik. Jadi saya dibutuhkan untuk membaca kontrak. Karena ada proyek tersebut, kami sadar kami nyaman bekerja bersama, dan memang banyak feedback dari klien atau kolaborator yang senang bekerja dengan kami. Orang-orang tersebutlah yang menjadi “pemantik” bagi kami untuk membentuk Domisilium Studio. Beruntungnya juga, di proyek pertama, ada mentor-mentor arsitek senior yang memberi kami insight tentang dunia arsitektur dan interior di Indonesia. Dari situ, setiap hari terasa seperti bertualang, sih. Begitu awalnya. Buat saya yang tadinya sudah tidak mau lanjut sebagai desainer, saya disadarkan kalau visi saya tetap di sana. Semesta juga rasanya berusaha mengarahkan kami untuk akhirnya membentuk Domisilium.

Apakah ada titik balik ketika Hamphrey dan Santi merasa bahwa Domisilium akan berkembang dan mulai merencanakan berbagai hal? Atau sejak awal studio berkembang dengan natural sampai saat ini?

H: Sejak masalah software desain yang kami pakai. Saat itu—mungkin sekarang juga masih banyak—di kalangan desainer yang menggunakan software bajakan.

S: Masih banyak yang pakai student version, padahal mereka adalah sebuah perusahaan. Padahal sebenarnya software tersebut adalah tool untuk kita menghasilkan. Kita juga harus memikirkan bahwa software engineer di baliknya juga perlu dibayar. Nah, saat itu kami masih termasuk desainer yang menggunakan software palsu dan di satu saat, kantor kami digerebek. Mereka mengira kami perusahaan besar karena website kami bagus.

H: Meskipun ada pujiannya, saat itu seakan ditabok, ya. Sejak itu, saat Domisilium umur empat tahun, kami membayar tanggung jawab kami, khususnya untuk software. Saat itu juga benar-benar turning point kami, yang semua hal harus legal, gitu.

S: Kami juga menjadi semangat mencari proyek untuk membeli software asli. Karena memang mahal. Makanya terkadang saya melihat mereka yang baru memulai biro, saya dukung. Namun, harus pastikan bahwa semua software-nya asli. Karena entah bagaimana caranya, mereka akan menemukan Anda. Di satu sisi, sejak itu Domisilium juga jadi sangat berkembang. It makes a lot of different.

Bagaimana dengan milestones, pencapaian apa yang direncanakan Domisilium dan seperti apa progress-nya?

S: Hamphrey sempat ke salah satu kantor desainer yang cukup senior dulu. Saat ditanya berapa lama beliau sudah berkecimpung, ia jawab tujuh tahun. Sejak itu kami putuskan juga dalam tujuh tahun kami harus bisa seperti itu. Jadi harus ada benchmark seperti itu. Dari awal, kamu harus tahu ke mana arah yang kamu tuju. Ingin jadi seperti siapa, industri apa yang ingin dijadikan fokus, proyek seperti apa. Kalau kami sejak awal sudah tahu ingin fokus di hospitality dan commercial. You have to know your market. Kamu harus tahu ingin memosisikan diri di mana. Balik lagi ke business 101. Harus pahami itu kalau ingin berdiri sendiri.

Ke depannya, di mana positioning Domisilium Studio?

S: Sebagai biro lokal, kami ingin punya proyek-proyek di luar Indonesia. Itulah alasan kami menjadi konsultan. Karena sebagai konsultan, artinya kamu harus bisa menangani banyak proyek dalam satu waktu, harus kreatif, dan mampu bekerja dengan orang-orang dari berbagai industri. Kami ingin menjadi seperti Wilson atau HBA Indonesia, namun tidak sebesar mereka karena tetap ingin mempertahankan feel boutique-nya. Mungkin seperti Tony Chi?

H: Neri&Hu, AvroKO. Kami sangat senang dengan AvroKO yang sudah kami follow sejak awal.

Berbicara tentang desain, apa identitas desain Domisilium Studio yang ingin ditunjukkan di setiap proyeknya? Bagaimana mempertahankan identitas tersebut?

S: Kami sangat agile, fleksibel. Kami cukup dikenal dengan desain yang khas untuk masing-masing proyek.

H: Karena memang kami mendesain untuk penggunanya. Kami tidak mendesain untuk diri kami sendiri.

S: Kami mendesain untuk memicu ketertarikan dari penggunanya. Kami senang kalau desain kami dipakai dengan baik dan benar. Kami senang apabila desain kami mendatangkan bisnis yang baik untuk klien kami. Kami bahagia kalau desain kami membuat penggunanya nyaman terhadap suasana yang terbentuk. Dan kami tidak ingin berhenti pada satu style desain. Kami ingin tetap eksplorasi desain. Kami ingin terus bertumbuh. Makanya kalau kamu perhatikan logo kami, ada dua bunga, yang kecil dan besar, dan ada delapan kelopak yang menandakan infinity. Nama Domisilium juga berarti bahwa ciri khas kami adalah dalam setiap desain, harus ada rasa di rumah, sesuai domisilium yang artinya rumah. Kami ingin orang yang berada di proyek merasa di rumah dan senang berada di sana, yang tentunya juga fungsional.

Satu Dekade Domisilium Studio: Konsistensi dan Kolaborasi

Artotel Yogyakarta ©Domisilium Studio

Apa pendapat dan pandangan Domisilium Studio tentang desain interior di Indonesia saat ini?

S: Banyak sekali darah muda yang berbakat. Tapi yang saya khawatirkan adalah apakah mereka sadar bahwa ini bukan hanya tentang desain. Mereka akan menghadapi berbagai tantangan, namun harapan saya mereka akan memahami bahwa ini bukan hanya tentang desain.

H: Makanya kami memutuskan untuk menulis buku, menceritakan pengalaman kami, bagaimana perjalanan studio kami. Dan di buku ini kami mau mengupas tuntas setiap lapisnya sampai ke intinya. Luarnya mungkin kelihatan bagus, namun interior design itu tidak selalu yang indah dan berbunga-bunga. Kadang kamu juga akan merasa berada di kubangan. Jadi harapannya lewat buku ini, mereka bisa dapat insight tentang hal itu.

S: Yang saya khawatirkan juga, banyak desain yang terlihat bagus, namun, sedalam apa desainnya? Oke, terlihat bagus, namun apakah fungsional? Desainer berbakat kita tidak kalah dengan mereka yang di Thailand. Hanya, kadang fungsionalitas desain dari desainer di Indonesia tidak terlalu dipikirkan, kurang matang secara teknis. Sebatas bagus di layar komputer saja, gitu.

H: Soalnya sekarang zaman Pinterest ya.

S: Walaupun zaman Pinterest, seharusnya desainer tetap mampu merangkai cerita di balik desain, alasan di balik desain. Itu sih yang saya khawatirkan. Banyak desainer muda tidak memahami the why behind everything. Karena lagi-lagi, banyak yang malas membaca.

Kita juga melihat saat ini turnover rate design team di biro desain cukup tinggi dan dapat mengganggu proses desain dan kerja suatu biro. Bagaimana Domisilium Studio menghadapi masalah tersebut?

S: Dari tim yang berjumlah 18, mungkin yang setelah satu atau dua tahun keluar sekitar 20-30% ya. Sisanya bisa sampai tiga atau empat tahun. Ada yang enam tahun, dan dia berhenti karena harus fokus mengurus anaknya. Umumnya, desainer yang cepat berhenti dari satu biro adalah yang merasa kompensasinya tidak fair. Jadi kami selalu berusaha untuk sangat fair dalam urusan tersebut. Itu nomor satu. Kamu juga berusaha menjaga tim kami sebaik mungkin, makanya kami membuat kantor ini senyaman mungkin. Kami selalu sediakan makanan, ada kucing yang bisa bermain dengan mereka. Intinya, kami memberi yang fair buat mereka untuk apa yang mereka berikan kepada Domisilium. Kalau mereka beri 100%, kami juga kembalikan 100%.

H: Pada dasarnya ini inevitable, ya.

S.: Inevitable. Memang turnover rate tinggi juga karena karakter ya, yang tidak sabaran. Tapi kembali lagi, kalau memang mereka kurang cocok di sini, memang pasti bertahan sebentar dan pergi, yang kami juga tidak permasalahkan. Kalau sudah tiga atau empat tahun, kami juga sudah lebih rela apabila mereka pergi. Lebih percaya kalau mereka akan sukses apabila mendirikan biro sendiri. Minimal empat tahun, karena dalam jangka waktu tersebut, mereka sudah selesaikan beberapa proyek, bertemu banyak orang, dan lebih matang. Apalagi kalau sudah capai lima sampai enam tahun.

Satu Dekade Domisilium Studio: Konsistensi dan Kolaborasi

Kantor Domisilium Studio dirancang untuk memberi kenyamanan bagi design team.

Di tengah banyaknya biro dengan sistem partnership pecah, bagaimana Domisilium yang sudah berusia 10 tahun bertahan. Apa kiatnya untuk mempertahankan partnership?

H: Saya sering mengalah. Dan kami mengerti untuk tidak diambil hati. Kami juga tetap harus tekankan bahwa pekerjaan ya tetap pekerjaan. Saya juga sudah mengenal dia sangat lama, jadi tahu baik buruknya masing-masing.

S: Pada dasarnya kami sudah seperti saudara. Bahkan kadang orang lain keliru, menganggap kami adalah pasangan karena saking dekatnya. Trust is everything. Kami tahu bagaimana mengatur ego. Itu yang mungkin tidak dikuasai oleh banyak orang. Kami saling dukung dan saling menjaga satu sama lain. Menurut saya business partner atau teammate tidak boleh terlalu sama sifatnya, harus saling melengkapi. Jadi kelebihan Hamphrey ya mungkin kelemahan saya, dan sebaliknya. Kalau saya tidak bisa, dia akan tangani. Do it for the team, take it for the team.

.

Untuk mengenal Domisilium Studio lebih lanjut, bagaimana partnership Hamphrey Tedja dan Santi Alaysius dimulai, serta karya-karya mereka yang sangat berkarakter, buku Domisilium Studio: A Decade of Design Wanderlust adalah buku wajib untuk dibaca.

Informasi dan pemesanan buku dapat mengunjungi:
https://www.instagram.com/domisiliumstudio/

Lihat profil Domisilium Studio di Bluprin:
https://www.archify.com/id/domisilium-studio

fb icon
wa icon
email icon
Archifynow
blog platform
ArchifyNow is an online design media that focuses on bringing quality updates of architecture and interior design in Indonesia and Asia Pacific. ArchifyNow curates worthwhile design stories that is expected to enrich the practice of design professionals while introducing applicable design tips and ideas to the public.
More from archifynow
close icon